Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2022

Mengapa Kita Takut?

Takut adalah anugerah dalam bungkusan yang tidak diinginkan. Itu sebabnya kita sering luput mensyukurinya dan lebih sering menganggapnya sebagai beban yang dititipkan. Secara biologis, perasaan takut merupakan respon alamiah tubuh untuk mengabarkan bahaya. Tujuannya agar kita lestari dan senantiasa hidup lebih baik (survive). Tanpa rasa takut, kita menyeberang jalan tanpa merasa perlu lirik kanan-kiri. Tanpa rasa takut, kita tidak akan merasa perlu giat dalam bekerja. Kita merasa bahwa menghasilkan uang itu tidak penting, hanya menguras tenaga. Padahal kita butuh uang untuk makan. Ya, makan untuk tetap bertahan hidup lebih lama. Takut dalam sudut pandang yang netral dan tidak menghakimi sebetulnya punya saham besar dalam menggerakkan roda kehidupan manusia. Takut dalam pengertian ini lebih tepat dibahasakan sebagai bahan bakar yang tanpanya nuansa hidup kita bakalan hambar. Bahkan redup sama sekali.

Milih Kecewa, Emang Wajar?

"Wajar kalo sering kecewa. Tandanya kamu ga bercanda menjalani peran" Orang yang hidupnya penuh candaan, tidak mudah kecewa. Kejadian-kejadian yang telah berlalu, ia anggap lalu. Bahkan seringnya, itu ia lihat sebagai sesuatu yang lucu ketimbang masalah. Kita tahu, masalah dan kelucuan punya sisi kemiripan. Ia menampilkan sesuatu yang tidak normal. Tidak sesuai dengan apa yang diidealkan atau keumuman. Mari kita ambil contoh. Teman kita meminjam motor tanpa sepengetahuan kita. Padahal kita tahu dia tidak bisa mengendarai motor. Benar saja, dan akhirnya jatuhlah teman kita dari motornya. Apa yang ada di benak kita? Marah, kecewa benci atau merasa lucu & kasihan? Kalau fokus kita pada "tidak adanya persetujuan memakai barang milik kita" dan atau "rusaknya barang milik kita karena dipakai jatuh" tentu perasaan marah yang muncul. Jika yang digaris tebal adalah sikap kecerobohannya, kita akan menganggap itu sebagai kelucuan. Point-nya ada pada keragaman per...

Kebahagiaan dan Kemencakupan

Tidak semua orang terlahir dan memulai hidup dalam kondisi yang sama. Ada yang secara materi serba cukup, namun secara fisik tidak beruntung (baik karena kurang cantik atau ganteng, cacat, penyakit bawaan dan semacamnya). Ada yang terlahir di lingkungan keluarga kurang berada secara materi, tapi punya keluarga yang harmonis. Kalau bicara rasa ingin, tentu kita pilih yang serba lengkap. Keluarga kaya raya, harmonis, punya fisik lengkap dan ideal, skill hidup yang beragam, serta kemampuan akademik yang bagus. Namun, betulkah itu keinginan yang layak dimiliki. Tidakkah kita berpikir bahwa kemencakupan ingin seperti itu andai pun terwujud justru (biasanya) menyimpan berbagai kontradiksi satu sama lain. Sesuatu yang mengimplikasikan sulit tercapainya keinginan esensial yang dimiliki manusia: kebahagiaan. Ya, semua ingin tadi hanyalah instrumen. Yang jadi tujuan adalah kesenangan, atau yang lebih luas lagi yaitu kebahagiaan. Aku tidak bermaksud mengatakan ia tidak penting. Makanya ada orang ...